Thursday, February 17, 2011

"La ya Syaikh", Novel Pertama Terkait Revolusi Rakyat Mesir

Wartawan Mesir Saeid Habib telah merilis novel pertamanya terkait revolusi rakyat yang terjadi di negaranya pada tanggal 25 Januari lalu.

Novel, yang berjudul "La ya Syaikh" (istilah slang bahasa Arab untuk "Oh, benarkah!), menceritakan berbagai bentuk penindasan yang diterapkan kepada rakyat Mesir sebelum dan selama revolusi. Hal ini termasuk penahanan lebih dari 15.000 tahanan politik, menerapkan hukum darurat, dan penindasan kebebasan berekspresi oleh staf keamanan negara.

Habib juga berbicara tentang cara polisi anti huru-hara menangani para pengunjuk rasa yang memulai revolusi seperti penggunaan gas air mata, peluru karet dan peluru tajam untuk membubarkan para demonstran.

Novel ini bertujuan menyoroti kemampuan laten dari orang-orang Mesir yang mampu mengusir rezim Mubarak.

"Baik Saya maupun demonstran membayangkan bahwa revolusi secara spontan berlangsung," kata Habib kepada AlArabiya.net. "Orang-orang Mesir menemukan kemampuan mereka dan hasilnya luar biasa."

Habib, yang saat ini tinggal di Kuwait, menunjukkan perbedaan antara Revolusi 23 Juli tahun 1952, yang dilakukan oleh tentara, dan revolusi 25 Januari tahun 2011, yang dipimpin oleh rakyat.

"Fakta menunjukkan bahwa revolusi ini adalah 100% dari rakyat Mesir yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Mesir."

Habib dalam novelnya juga mengecam media Mesir yang menodai citra warga Mesir terkait tren Islam dan mengatakan bahwa bukunya bertujuan menantang stereotip terhadap masyarakat yang relijius.

"Novel ini sebenarnya tidak memihak tren Islam, namun memberikan gambaran realistis mengenai umat Islam yang taat dan menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang biasa, tidak berbeda dari warga Mesir lainnya sebagaimana media Mesir ingin meyakininya."

Novel ini, Habib menambahkan, juga memberikan gambaran tentang represi kekerasan kepada para Islamis dan pembunuhan beberapa pemimpin Islam selama tahun 1990-an, seperti Maged al-Otaifi dan Mohei Alaa al-Din.

"Revolusi dikreditkan untuk membuat gerakan Islam, seperti Ikhwanul Muslimin, muncul sebagai kekuatan nasional."

Habib menjelaskan bahwa Kementerian Dalam Negeri Mesir telah menghambat perkembangan setiap partai politik berorientasi Islam seperti al-Wasat dan Partai Reformasi Islam.

Saeid Habib sendiri adalah putra dari Dr Kamal al-Saeid Habib, seorang anggota terkemuka gerakan Jihad yang menghabiskan 10 tahun waktunya di penjara dan berada di bawah tahanan rumah setelah pembebasannya.

"Saya mendedikasikan buku ini untuk ayah saya," katanya. "Ayah saya selalu memimpikan keadilan dan siap mati demi mimpinya itu."

Habib menuduh Kementerian Dalam Negeri mengambil bagian dalam kecurangan pemilihan parlemen dan memberikan hampir semua kursi parlemen untuk partai yang berkuasa Partai Demokrasi Nasional.

"Ketika orang tidak diberi hak untuk membuat suara mereka didengar melalui perwakilan mereka di parlemen, mereka tidak menemukan jalan kecuali turun ke jalan dan melakukan revolusi."

Menurut Habib, salah satu prestasi utama revolusi adalah kecaman terhadap aparat Keamanan Negara, departemenKementerian Dalam Negeri yang dikenal sangat menekan pihak oposisi demi kepentingan rezim yang berkuasa.

"Saya yakin tidak ada satu rumah pun dari warga Mesir tanpa cerita atau yang lainnya terkait tentang pelanggaran yang dilakukan oleh aparat keamanan Negara."

Habib juga menyerukan agar dihapuskannya undang-undang darurat, yang memberikan Kementerian Dalam Negeri hak untuk menangkap orang tanpa dakwaan dan menahan mereka selama bertahun-tahun tanpa pengadilan.

"Rakyat Mesir hanya akan merasa bebas setelah undang-undang darurat, yang tidak diterapkan di tempat lain di dunia, dibatalkan. (fq/aby)

No comments:

ALQURAN & RECITATION

Quran Explorer - [Sura : 1, Verse : 1 - 7]