Ikhwanul Muslimin Yordania bersumpah untuk melanjutkan aksi unjuk rasa menentang pemerintah, mengatakan Selasa kemarin (22/2) bahwa pemerintah ternyata tidak menepati janji reformasi mereka dengan cepat.
Pernyataan Ikhwan tersebut menambah tekanan kepada Raja Yordania Abdullah II untuk menyerahkan sebagian dari kekuasaannya, namun tekanan tersebut tidak dianggap sebagai ancaman bagi pemerintahanan Raja Abdullah. Sebelumnya para tokoh oposisi telah menyerukan kepada raja untuk menyerahkan wewenang untuk mengangkat Kabinet baru dan membubarkan parlemen.
Di bawah tekanan aksi unjuk rasa jalanan yang terinspirasi oleh pemberontakan yang bergolak di dunia Arab, Abdullah menginstruksikan pemerintahannya awal bulan ini untuk memberlakukan tindakan "cepat dan nyata" reformasi politik.
Namun, para pengunjuk rasa mengatakan hanya sedikit yang telah dilakukan Abdullah selama ini untuk memenuhi tuntutan mereka, seperti mengubah UU Pemilu yang kontroversial, dimana Ikhwan mengatakan UU tersebut sangat menguntungkan bagi para loyalis raja. Ikhwan sendiri adalah kelompok oposisi terbesar di Yordania.
Ikhwan dan sayap politiknya, Front Aksi Islam, telah menahan diri dari berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa selama dua minggu terakhir, mengatakan bahwa mereka ingin memberikan kesempatan kepada Perdana Menteri yang baru diangkat Marouf al-Bakhit untuk melaksanakan reformasi.
Bagaimanapun, juru bicara Ikhwan Jamil Abu-Bakar mengatakan Selasa kemarin (22/2), bahwa pemerintah telah berjanji pada 9 Februari lalu namun pemerintah belum melakukan reformasi yang mereka janjikan.
Dia juga mengutuk serangan terhadap para demonstran Jumat lalu di Amman, yang menyebabkan delapan orang terluka dalam kekerasan pertama selama seminggu demonstrasi anti pemerintah.
Abu-Bakr mengklaim "preman" digunakan atau disewa untuk sengaja melakukan serangan terhadap kelompok yang menginginkan reformasi." (fq/ap)
No comments:
Post a Comment