Hari Minggu kemarin Sherine yang kini berusia 24 tahun baru saja dibebaskan karena masa tahanannya berakhir. Ia menceritakan bagaimana perlakukan kejam para sipir penjara Israel terhadap dirinya dan tahanan Palestina lainnya. Bagi Sherine, tujuh tahun di dalam penjara Israel adalah sebuah tragedi yang menakutkan dan memilukan.
"Mereka memukul, menendang dan mempermalukan kami. Israel memperlakukan kami seperti binatang. kekejaman dan kebiadaban mereka tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata," kata aktivis dari Khan Younis itu.
Sherine menyebut pengadilan Israel sebagai "sebuah sistem retribusi dan balas dendam", bukan sistem keadilan. "Tidak ada sistem keadilan yang sebenarnya di Israel. Pengadilan di Israel adalah alat bagi rezim Israel untuk melakukan tindak kekerasan terhadap rakyat Palestina dan untuk memberikan legitimasi palsu bagi penjajahan militer Israel," tukas Sherine.
Saat ini, ada lebih dari 11.000 warga Palestina yang berada di penjara-penjara Israel. Kebanyakan dari mereka adalah aktivis politik, politisi lokal dan pemuka masyarakat yang dijebloskan penjara oleh Israel tanpa tuduhan dan proses hukum. Israel menggunakan para tahanan Palestina sebagai "sandera" atau "alat tawar menawar" untuk mencapai konsesi politik dengan kelompok-kelompok pejuang di Palestina dan otoritas pemerintah Palestina yang didukung Barat.
Sherine mengungkapkan kondisi perempuan-perempuan Palestina yang ada di penjara-penjara Israel. Banyak perempuan-perempuan Palestina yang sedang hamil saat dijebloskan ke penjara, mereka dipaksa melahirkan dalam sel dalam kondisi tangan diborgol dan kaki diikat. Tahanan perempuan lainnya, ada yang dipindahkan ke sel penjara yang berisi orang-orang Israel yang melakukan tindak kriminal.
"Bisa Anda bayangkan, bagaiman Anda menghabiskan siang dan malam di tengah para pembunuh, pengguna narkoba, pelacur dan pelaku kejahatan lainnya," ujar Sherine.
Menurutnya, para sipir penjara Israel berkonspirasi dengan para kriminal itu untuk sengaja menyakiti dan melecehekan para tahanan perempuan Palestina. "Mereka melakukan penyiksaan semaunya, tergantung mood, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas," tutur Sherine.
Ia melanjutkan, "Para tahanan tidak boleh mendengarkan radio, tidak boleh membaca buku, jam kunjungan keluarga dikurangi, tidak memberikan layanan kesehatan pada tahanan yang sakit, hingga ada sedikitnya dua tahanan Palestina yang meninggal di penjara."
"Kadang para sipir penjara masuk ke sel-sel setelah tengah malam dan melakukan hal-hal yang cabul di depan kami dan di depan penjaga pria. Motif mereka hanya ingin mempermalukan kami dan mempermaikan emosi kami. Mereka mencoba menghancurkan mental dan wibawa kami. Tapi, tentu saja kami semua lebih kuat menghadapi taktik-taktik biadab mereka," tandas Sherine.
Meski Sherine dibebaskan, pihak Israel menempatkan Sherine ke Jalur Gaza sebagai bentuk hukuman lainnya. Padahal, Sherine berasal dari Tepi Barat dan keluarganya, ayah, saudara lelaki dan saudara perempuannya tinggal di kota Ramallah,
"Saya bahagia bisa bebas, tapi saya berharap bisa bertemu keluarga saya di Ramallah," ujar Sherine.
Menurut data sejumlah organisasi HAM di Gaza, Israel mendeportasi sekitar 30 orang warga Palestina dari Tepi Barat ke Gaza, sejak pecah gerakan Intifada pertama pada bulan September 2000.
Abdul Nasser Farwana, Kepala Departemen Statistik di Kementerian Tahanan di Ramallah mengatakan, belakangan ini, Israel menerapkan kebijakan yang lebih kejam terhadap para tahanan Palestina sebagai tindakan balas dendam terutama pada tahanan yang dituduh sebagai pendukung Hamas dan faksi pejuang Palestina lainnya.
Kebijakan itu diterapkan oleh pemerintahan baru di Israel, dibawah Perdana Menteri Benyamin Netanyahu dengan tujuan untuk memaksa Hamas agar bersikap lebih lunak pada Israel dan membebaskan prajurit Israel yang ditawan pejuang Palestina sejak tiga tahun yang lalu. (ln/iol-http://www.eramuslim.com/berita/palestina/sherine-syaikh-khalil-di-penjara-israel-kami-diperlakukan-seperti-binatang.htm)
No comments:
Post a Comment