Putus asa karena berbelit-belitnya proses untuk membebaskan prajurit Israel yang ditahan Hamas, Gilad Shalit, membuat para purnawiran jenderal militer Israel mendesak perdana menteri Israel Benyamin Netanyahu untuk menuruti tuntutan Hamas.
Surat kabar Asharq Alawsat melaporkan, hasil jajak pendapat menyimpulkan sekitar 72 persen warga Israel menyetujui pemenuhan syarat bagi pembebasan Gilad Shalit dari Hamas. Meski tuntutan yang diminta Hamas sangat berat sekali pun.
Pada saat yang bersamaan, para pensiunan jenderal militer Israel juga berpendapat bahwa militer Israel yang telah mengirim Shalit untuk berperang, maka mereka juga harus menjamin keselamatannya. Dengan tindakan seperti ini, para personil militer Israel akan mengetahui bahwa para pimpinan dan pejabat tinggi di Tel Aviv sangat memperdulikan keselamatan mereka.
Mantan menteri peperangan dan kepala staf gabungan Israel, Shaol Mofaz, dalam hal ini menuding militer Israel telah gagal dalam perang untuk membebaskan Shalit. Menurutnya, pihak yang kalah harus membayar mahal kegagalannya, dan militer Israel harus bertanggung jawab atas keselamatan Gilad Shalit.
Emir Perets, mantan menteri peperangan Israel juga mengatakan, "Sejak hari pertama penahanan Shalit saya sudah mengatakan bahwa kita harus segera menandatangani kesepakatan dengan Hamas. Jika waktu itu pemerintahan Olmert mendengarkan saya, tentu harga yang harus dibayar lebih ringan daripada yang harus dikeluarkan sekarang."
Di lain pihak, mantan ketua dinas rahasia Israel (Mossad), Dany Yatum juga menegakan bahwa pengalaman panjang dirinya dengan lembaga-lembaga yang dicap "teroris" Palestina menunjukkan bahwa lebih baik menyerah di hadapan persyaratan Hamas sekarang daripada mengulur-ulur waktu. Bahkan menurutnya, militer Zionis harus melakukannya sekarang meski ini berarti pengakuan kekalahan.
Sebelumnya, rezim Zionis Israel selalu mengulur-ulur waktu dalam proses pertukaran tawanan dengan Hamas.(fq/irib)