Saat begitu kuatnya persekongkolan yang dilakukan oleh kekuatan jahat pemerintahan Arab dan dunia barat, hadir seorang pemuda berumur 21 tahun yang telah banyak meneguk air sungai nil untuk menghilangkan dahaga dan menjadikan ajaran Islam sebagai syariat dan minhajul hayah (jalan hidup), Al-Quran sebagai hidayah. Beliau selalu menyeru “Wahai kaum kami, sesungguhnya saya menyeru kepada kalian, bahwa Al-Quran ada ditangan kanan saya dan sunnah di tangan kiri saya dan amal para salafussholih dari umat ini sebagai tauladan. Kami menyeru kepada kalian untuk kembali kepada Islam; ajaran dan hidayah Islam… Islam adalah sistem kehidupan yang komprehensif, mencakup segala aspek kehidupan, dia merupakan negara dan bangsa, atau pemerintahan dan umat, dia merupakan akhlak dan kekuatan atau rahmat dan keadilan, dia merupakan tsaqafah dan qonun atau ilmu dan hukum, dia merupakan materi dan harta atau usaha dan kekayaan, dan dia merupakan jihad dan da’wah atau prajurit dan ideologi, sebagaimana dia merupakan akidah yang bersih dan ibadah yang benar satu sama lainnya”.
Jadi melalui cahaya yang bersinar di ufuk mengajak untuk mengembalikan kehidupan pada ajaran Islam yang agung, melalui tangan yang telah digerakkan oleh pertolongan ilahi sehingga mampu mengemban beban da’wah ini dan mengembalikan cahayanya kembali bersinar, memancarkan cahaya kesegala penjuru dunia. Demikianlah Imam Syahid Hasan Al-Banna, lahir kedunia pada saat dan waktu yang tepat, guna membangun kembali Islam yang telah luntur dan membina jamaah yang beriman dan mampu mengemban da’wah yang telah diamanahkan di pundak yang menisbatkan diri kepada da’wah.
Imam Al-Banna rahimahullah adalah figur yang telah digerakkan oleh takdir ilahi, dibentuk oleh tarbiyah Rabbaniyah, muncul pada waktu dan tempat yang tepat, maka sangatlah cocok ungkapan ustadz Umar At-Tilmitsani dengan “Anugerah yang sangat berharga”. Beliau tidak pernah ragu untuk mengenalkan dirinya: “Saya adalah seorang pelancong yang sedang mencari kebenaran, manusia yang mencari petunjuk ditengah kerumunan manusia, rakyat yang mengidamkan kemuliaan negaranya, kebebasan, ketenangan dan kehidupan yang sejahtera dibawah naungan Islam yang suci, saya seorang hamba yang mengenal tujuan hidup, lalu beliau membaca firman Allah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah karena Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya dan dengan demikian Aku diperintahkan dan Aku termasuk orang yang pertama muslim”. (Al-An’am : 162-163). Inilah saya, lalu sipakah anda?
Mengenang seratus tahun Imam Al-Banna, saat beliau masih belia, sosok yang memiliki kecerdasan pada akal dan fikirannya, begitu besar semangat dan ghirahnya terhadap agama. Saat beliau berumur 10 tahun tidak didapati dalam dirinya kecuali kegigihan beliau dalam merubah segala kemungkaran yang dilihatnya, seperti yang pernah dilakukan terhadap seorang penari telanjang yang menari di atas perahu di sepanjang sungai nil di daerah Al-Mahmudiyah.
Begitupun kita mengenang beliau; Saat menjadi pelajar dalam berbagai jenjangnya, beliau begitu semangat dalam mengikuti dan membentuk Jam’iyyah (lembaga) da’wah seperti (Jam’iyah akhlak Al-adabiyah – lembaga akhlak dan etika, Jam’iyah man’u al-muharramat – lembaga pencegah perbuatan haram, Jam’iyah Al-ikhwan al-hashofiyah - Lembaga al-Ikhwan al-hashofiyah), kita belajar dari beliau akan ghirah Islam yang begitu menggelora, semangat dalam menyampaikan da’wah dan himmah (Antusias) dalam mengajak manusia pada kebajikan dan mencegah kemungkaran.
Kita mengenang beliau; Sosok yang hidup dengan jujur karena Allah, menunaikan janjinya bersama Allah saat mendaftarkan dirinya sebagai tentara Allah, seperti dalam ungkapannya yang masyhur, sebagai bagian dari impiannya: “Saya harus menjadi seorang yang mursyid (memberikan arahan) dan muallim (memberikan pelajaran), sehingga sepanjang hari saya bisa mengajarkan anak-anak, sementara di malam harinya saya bisa mengajarkan orang tua tentang tujuan agama mereka, sumber kebahagiaan dan perjalanan hidup mereka. Kadang disampaikan melalui khutbah dan kadang dengan melakukan dialog, mengarang buku, menulis, dan juga dengan melakukan jaulah (perjalanan)”.
Kita belajar darinya akan tingginya semangat dan tujuan hidup serta kesempurnaan dalam menunaikna apa yang dinadzarkan terhadap dirinya.
Kita semua mengenang beliau; Seorang muslim yang optimis dan berani membusungkan dadanya sambil berkata: “Inilah saya”, Sambil menggenggam Al-quran dan dengan suara yang tinggi beliau berseru: “Jalan yang benar adalah dari sini”, beliau juga menyampaikan kepada seluruh manusia “Bahwa Islam adalah sistem yang komprehensif mencakup segala aspek kehidupan, menetapkan hukum pada setiap keadaan dan meletakkan sistem yang permanen dan teliti serta tidak pernah berhenti sekalipun berhadapan dengan benturan-benturan dan sistem yang dlalim dalam memberikan kebaikan kepada manusia manusia”. Kita belajar darinya sikap optimisme yang membangun.
Mengenang seratus tahun Imam Al-Banna, sosok yang beriman kepada Allah dan memiliki keyakinan yang penuh akan pembelaan dan dukungan Rabb-nya, beliau menyeru: “Serukanlah kepada kami karena sesungguhnya kami membawa suatu kebaikan, kumpulkanlah kepada kami manusia maka akan kami bacakan kepada mereka dzikir, kami akan menjadi dokter bagi yang sakit, akan diam teliang penduduk dunia jika tidak mendengar semboyan kami; “Allah adalah tujuan kami, Rasul adalah pemimpin kami, Al-Quran dustur kami, jihad adalah jalan hidup kami, mati di jalan Allah adalah cita-cita tertinggi kami…” Kita belajar dari azzam (semangat) dari seorang pemuda yang beriman yang tidak merasa lemah, keyakinannya sangat tinggi dalam jiwanya, agamanya, dakwahnya dan kesiapan dirinya untuk berkorban dijalan da’wah yang diembannya.
Mengenang seratus tahun imam Syahid Hasan Al-Banna; sosok yang begitu berani menyerukan tujuan ideologinya: “Mencetak generasi baru yang beriman kepada ajaran-ajaran Islam yang benar, siap bekerja dalam melakukan perbaikan pada umat dengan shibgah al-islamiyah (celupan islam) yang komprehensif dalam segala aspek kehidupan”. “Shibgoh Allah, dan adakah shibghoh yang lebih baik dari shibgoh Allah ?” (Al-Baqoroh : 138). Beliau berhasil menyelamatkan umat Islam dari penyimpangan, menyambungkan lisannya dan menyemburkan ruhnya kepada murid-muridnya, dan dengan gambalang beliau berkata kepada mereka: “Ruh yang berjalan dihati umat ini yang hidup dengan Al-Quran, cahaya yang bersinar hingga menembus kegelapan materi melalui ma’rifah Allah swt, suara yang bergema meninggikan dakwah Rasulullah saw… Kita belajar darinya akan terangnya tujuan dan status serta benarnya petunjuk jalan.
Mengenang beliau; Seorang imam (pemimpin) yang sangat mengagumkan, di bumi Mesir beliau mampu menembus jalan hingga berpuluh-puluh kota besar dan beribu desa, berbicara kepada setiap manusia paling sedikit tiga ribu desa, beliau menanamkan benih cinta melalui senyuman dan kasih sayang, memberikan keyakinan yang memuaskan dan menyejukkan, menghindar silang pendapat dan menolak perdebatan dan memberikan komentar dengan gamblang bukan dengan fenomena, mendahulukan yang lebih penting dari yang penting… Namun sebelum dan sesudahnya beliau selalu menekankan akan pentingnya taqwa kepada Allah dan bersiap diri untuk bertemu dengan-Nya, beliau selalu menyeru : “Bahwa fana dalam kebenaran merupakan kunci kekekalan”. .. Kita belajar darinya usaha yang terus menerus untuk menyebarkan da’wah dan risalah, dan tidak kekalnya jiwa dari ajalnya.
Mengenang seratus tahun Imam Al-Banna; Pendiri dua ribu cabang di berbagai desa di penjuru Mesir, pada tiap cabang didirikan sekolah untuk menanamkan kebangsaan dan jihad, amal shalih dan dakwah, beliau menghidupkan kepahlawanan dan keberanian, membuka wawasan terhadap hakikat yang terjadi didunia politik, membina generasi baru yang memliki kesemangatan kebangsaan dan memiliki kesiapan untuk mengorbankan jiwanya dan hartanya dan segala apa yang dimilikinya guna mempertahankan negara dan kehormatan dirinya.
Mengenang seratus tahun Imam Al-Banna; sosok yang memberikan gambaran kepada kita tentang pengikutnya: “Mata mereka terus bangun hingga larut sementara manusia terlelap dalam tidurnya, jiwa mereka sibuk sementara yang lainnya dalam keadaan lalai, salah seorang dari mereka duduk di perpustakaannya hingga larut malam terus bekerja dan berjuang, menjadi mufakkir dan mujaddid, terus berjalan selama sebulan sepanjang hidupnya, sehingga saat berada dipenghujung bulan dijadikan tempat kembalinya adalah untuk jamaah, dikeluarkan hartanya untuk merealisasikan tujuannya, lisannya berbicara untuk membangunkan umatnya yang lengah akan pengorbanannya. “Saya tidak berharap kepada kalian upah, karena tidak ada yang aku harapkan kecuali ganjaran dari Allah”. (Hud : 29).. Kita belajar darinya usaha yang sempurna terhadap dakwah dan permasalan umat.
Mengenang Imam Syahid Hasan Al-Banna saat beliau berpidato: “bahwa Umat yang baik dalam mempersiapakan kematian, mengetahui bagaimana menggapai kematian yang mulia, maka Allah anugerahkan kepadanya kehidupan yang mulia di dunia dan kenikmaatan yang kekal di akhirat, maka persiapkanlah diri kalian untuk menyongsong hari yang agung, bersegeralah dalam menyambut kematian sehingga jiwa kalian akan hidup, dan ketahuilah bahwa kematian merupakan suatu kepastian, dan tidak akan terjadi kematian kecuali hanya sekali, jika anda membuatnya berada di jalan Allah maka hal tersebut merupakan keberuntungan didunia dan ganjaran di akhirat”. Kita belajar darinya bagaimana hakikat berkorban dan berdakwah dijalan Allah .
Saudaraku yang tercinta…
Seratus tahun telah berlalu kelahiran pemimpin kita, namun sosok dakwahnya masih tetap menggetarkan dunia, para pembela dakwah dan ideologinya dan juga para penentangnya, semuanya melihat seperti burung elang yang terbang diatas langit menembus angin topan, para pengikut dakwahnya masih terus bergerak di setiap tempat, dakwah yang menembus hingga 90 negara di dunia, hingga menjadi tandhim Islam yang membawa ideologi, menyeru dan membina manusia menuju Allah, untaian hikmah beliau masih terus bergema dan selalu diulang di tengah-tengah kita, beliau selalu menyerukan kepada pendukung dan penentangnya: “Kami akan memerangi manusia dengan cinta”. Memberikan arahan akan tabiat perjuangan dan jalan yang sebenarnya: “Bahwa perjuangan kita adalah perjuangan tarbiyah (pembinaan)”. Guna menebar benih cinta dan tarbiyah dalam dakwah, keduanya merupakan rahasia keberlangsungan dakwah sekalipun angin topan menerpanya. (Ikhwanonline.com 14/11/2006. Oleh: Ismail Hamid)
No comments:
Post a Comment