Bras adalah kota yang didominasi para pekerja dan menjadi jantung Islam di negara Amerika Latin itu. Seperti kecenderungan di negara-negara non-Muslim, komunitas Muslim di Brazil juga mengalami peningkatan yang cukup pesat. Selama satu dekade terakhir, jumlah populasi Muslim meningkat dari ratusan ribu orang menjadi 1,5 juta orang dari 190 juta total jumlah penduduk di negeri Samba itu.
Selain itu, hampir di seluruh Brazil terdapat masjid-masjid yang sebagiannya dibiayai oleh negara-negara Muslim seperti Arab Saudi dan negara-negara di kawasan Teluk. Dibandingkan kota-kota lainnya di Brazil, denyut kehidupan komunitas Muslim dan kehadiran Islam paling terasa di kota Bras.
Menurut Mohammed Al Bukai, Muslim Brazil kelahiran Suriah yang mengelola sebuah masjid di Bras, gelombang kedatangan imigran Arab tiba di kota itu pada era tahun 1920-an. Karena lokasinya yang berada tepat di tengah wilayah Brazil, komunitas Muslim di Bras menawarkan berbagai kelas dan menyelenggarakan berbagai seminar bagi mereka yang tertarik dengan Islam.
"Serangan 11 September menjadi kunci munculnya rasa keingintahuan banyak orang tentang Islam, sekarang 15 persen komunitas Muslim kami bukan keturunan Arab tapi orang Brazil asli," ujar Al Bukai.
Pakar Islam dari Universitas Sao Paulo, Paulo Daniel Farah mengatakan bahwa agama Islam tumbuh hampir di seluruh negara Amerika Latin, khususnya di Brazil sejak budak-budak yang beragama Islam dari Afrika dibawa ke Brazil pada abad ke-19. Di Brazil sejarah itu baru boleh mulai dipelajari di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi pada tahun 2003 berdasarkan peraturan yang dikeluarkan pemerintah Brazil.
Para budak Muslim itu memimpin sejumlah pemberontakan penting untuk melawab perbudakan. Salah satunya adalah Pemberontakan MalĂȘ pada tahun 1835, sebuah pergerakan para budak di kawasan perkotaan di Amerika yang sejak lama mengalami penindasan. Mereka memperjuangkan kesetaraan dan keadilan sosial-yang juga diajarkan dalam Islam-sebuah pesan yang sampai saat ini masih disuarakan kalangan warga kulit hitam miskin dan suku Indian Amerika yang ternarjinalkan.
Sejarah itu menjadi latar belakang mengapa banyak orang-orang Brazil keturunan Afrika yang jumlahnya hampir setengah dari seluruh penduduk Brazil, memilih masuk Islam. Fenomena ini, kata Daniel Farah, terutama banyak ditemui di kawasan industri di pinggiran kota Sao Bernardo.
Di kota itu, mencuat dengan megahnya dua menara masjid di antara barisan rumah-rumah bertingkat dua. Di masjid yang seluruh dindingnya di cat berwarna putih, HonerĂȘ al-Amin, 32, seorang artis musik hip-hop berkulit hitam mengorganisir kegiatan sosial komunitas Muslim. "Saya memainkan musik hip-hop untuk mengecam genosida terhadap anak-anak muda kulit hitam di Brazil, baru kemudian saya menemukan dalam sejarah negara saya tentang gelombang kedatangan Muslim ke negeri ini," kata Al-Amin yang sudah 10 tahun masuk Islam.
"Saya sangat terkesan dengan film Malcolm X dan sosok seperti Muhammad Ali, saya ingin bisa seperti mereka," sambungnya.
Selain komunitas kulit hitam, komunita kulit putih Brazil juga banyak yang masuk Islam. Salah satunya adalah Thamara Fonseca, 24, yang sudah berjilbab. Thamara yang berprofesi sebagai desainer pakaian itu mengatakan, para pelanggannya dan orang-orang Brazil pada umumnya menerima keislamannya.
"Mulanya, saya sering mendengar orang-orang di jalang berbisik-bisik 'lihat itu isteri Usamah bin Ladin dan Saddam Hussein, dia perempuan yang suka membom'," tutur Thamara.
"Tapi sekarang, tidak ada lagi orang yang berbisik-bisik seperti itu. Malah banyak orang yang datang pada saya dan bertanya tentang Islam," tukas Thamara senang. (ln/isc)
No comments:
Post a Comment