Jarjani Usman/Serambi Indonesia.
“Aku telah diangkat menjadi pemimpin kalian, padahal aku bukan yang terbaik diantara kalian. Oleh karena itu, jika aku benar bantulah aku dan jika aku berbuat salah tegurlah (luruskanlah) aku” (Abu Bakar ash-Shiddiq r.a.).
Itulah bunyi pidato Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. ketika diangkat menjadi Khalifah. Isi pidato tersebut menunjukkan bahwa Abu Bakar menganut sistem pemerintahan dengan manajemen terbuka. Dalam manajemen terbuka, berbagai masukan, apalagi yang sifatnya membangun atau memberi dampak baik, akan ditampung.
Meskipun banyak kebaikannnya, manajemen seperti ini resikonya tidak sedikit. Sebab, dalam memberi masukan, tidak semua orang mampu melakukannya dengan cara-cara yang damai sebagaimana dianjurkan dalam Al-Qur’an. Disebutkan dalam kitab suci itu, kalau memberi peringatan, perlu dilakukan dengan cara-cara yang baik dan penuh hikmah. Samasekali tidak dianjurkan melaksanakan dengan perbuatan-perbuatan yang bisa memicu terjadinya kekerasan dan memusnahkan persatuan umat, meskipun tidak sedikit orang melakukannya, sengaja atau tidak. Apalagi, hal-hal seperti itu biasanya menyisakan dendam, yang seringkali berkepanjangan.
Lebih beresiko lagi kalau orang-orang yang diberi masukan kurang siap untuk menerimanya, apalagi yang disampaikan oleh orang-orang yang beragam latar belakang pendidikan dan wataknya. Perlu kesiapan dalam bentuk kesabaran yang sangat tinggi.
Kalau mengikuti isi pidato Abu Bakar itu sekarang ini, kiranya perlu keterbukaan dari dua pihak yang menyampaikan dan menerima masukan. Ketika menyampaikan masukan, jangan berharap akan ada penampung yang sekelas Abu Bakar. Dalam menerima masukan, juga jangan berharap semua orang yang menyampaikannya memiliki latar belakang pengetahuan yang sama baiknya.
“Aku telah diangkat menjadi pemimpin kalian, padahal aku bukan yang terbaik diantara kalian. Oleh karena itu, jika aku benar bantulah aku dan jika aku berbuat salah tegurlah (luruskanlah) aku” (Abu Bakar ash-Shiddiq r.a.).
Itulah bunyi pidato Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. ketika diangkat menjadi Khalifah. Isi pidato tersebut menunjukkan bahwa Abu Bakar menganut sistem pemerintahan dengan manajemen terbuka. Dalam manajemen terbuka, berbagai masukan, apalagi yang sifatnya membangun atau memberi dampak baik, akan ditampung.
Meskipun banyak kebaikannnya, manajemen seperti ini resikonya tidak sedikit. Sebab, dalam memberi masukan, tidak semua orang mampu melakukannya dengan cara-cara yang damai sebagaimana dianjurkan dalam Al-Qur’an. Disebutkan dalam kitab suci itu, kalau memberi peringatan, perlu dilakukan dengan cara-cara yang baik dan penuh hikmah. Samasekali tidak dianjurkan melaksanakan dengan perbuatan-perbuatan yang bisa memicu terjadinya kekerasan dan memusnahkan persatuan umat, meskipun tidak sedikit orang melakukannya, sengaja atau tidak. Apalagi, hal-hal seperti itu biasanya menyisakan dendam, yang seringkali berkepanjangan.
Lebih beresiko lagi kalau orang-orang yang diberi masukan kurang siap untuk menerimanya, apalagi yang disampaikan oleh orang-orang yang beragam latar belakang pendidikan dan wataknya. Perlu kesiapan dalam bentuk kesabaran yang sangat tinggi.
Kalau mengikuti isi pidato Abu Bakar itu sekarang ini, kiranya perlu keterbukaan dari dua pihak yang menyampaikan dan menerima masukan. Ketika menyampaikan masukan, jangan berharap akan ada penampung yang sekelas Abu Bakar. Dalam menerima masukan, juga jangan berharap semua orang yang menyampaikannya memiliki latar belakang pengetahuan yang sama baiknya.
No comments:
Post a Comment